Aku tidak pernah mempunyai kucing ataupun anjing. Kami memang pernah dititipi anjing dalmatian milik Paman dan Bibi yang sedang pergi belibur. kalau segalanya berlangsung lancar, kami pasti diperbolehkan mempunyai anjing sendiri.
Tapi ternyata keadaan tidak berjalan lancar. Saudara lelakiku tidak mau membersihkan kotoran si anjing, jadi sejak itu kami tidak pernah punya binatang peliharaan lagi. Ibuku juga agak keberatan memang. Setelah dulu dicakar oleh kucing, ketika masih kecil, ia takut pada makhluk apa pun yang orang kota tidak punya pengalaman dengan binatang dan tidak begitu tertarik.
Tapi aku menikah dengan pria pecinta kucing. Di flatnya yang sangat kecil di New York City, Roy ditemani beberapa ekor kucing yang sangat luar biasa, dan salah satunya adalah kucing yang diambilnya dari kereta bawah tanah. Aku suka mendengarkan ceritanya yang bernada sayang, seperti kalau aku mendenagr kisah tentang beberapa pengalamannya yang lain. Semua ceritanya menarik, bahkan memikat, tapi tak pernah terbayangkan olehku untuk mengalaminya sendiri.
Kemudian kami pindah ke Vermont dan menemukan kucing-kucing di tanah kami. Atau mereka yang menemukan kami, dan tanah itu sebenarnya milik mereka. Kuicng - kucing itu liar, entah sudah berapa lama hidup di hutan. Kami mengulurkan tangan pada mereka yang kami namai Mama Kucing, Honey Puss, Herbert, dan Sylvester. Kami memberikan makanan yang kami taruh di beranda, tempat berteduh di carport, dan membawa mereka ke dokter hewan kalau ada yang sakit. Sekarang kami menyadari bahwa mestinya kami juga minta mereka dikebiri.
Kami pertama kali melihat Turtle berjalan di belakang induknya, dalam suatu barisan yang terdiri atas beberapa ekor anak kucing gemuk yang melintasi pekarangan, dari semak-smak blackberry menuju gerumbulan pohon pinus.
Turtle muncul lagi sebentar, setahun kemudian, masih dengan warna bulu yang sama. Setahun sesudahnya ia sering datang. Aku memberinya nama ketika aku belum terlalu menyukainya karena kucing itu penggugup, usil, dan suka makan makanan milik Honey Puss. Turtle tampaknya nama yang cocok kalau melihat warna bulunya, terutama untuk kucing yang belum mendapat tempat di hatiku.
Aku waktu itu sudah mulai membaca tentang kucing-kucing liar. Pendapat umum mengatakan bahwa kalau kucing liar tidak dibiasakan bergaul dengan manusia sejak masih kecil. boleh dikatakan mustahil untuk menjinakkan mereka. Tapi rupanya tidak ada yang mengatakan hal ini kepada Turtle., yang makin lama makin merasa nyaman bersama kami. Ia suka berbaring telentang dengan bunyi gedebuk, mengundang kami unutk mengelus perutnya yang putih dan indah. Ia juga suka bermalas-malasan di beranda bersama tamu - tamu kami pada senja -senja dimusim panas, berpindah dari satu pangkuan ke pangkuan lalin. lalu, begitu semua orang pulang, ia juga berjalan pergi ke dalam kegelapan.
Bisakah kami membawanya mausk ke dalam rumah? Tapi penyakit roy sedang kambuh lagi. Alergi pada kucing. Dan kupikir Turtlr sendiri tidak bakal mau masuk ke dalam rumah. Atau mungkin dia mau?
Kantorku di lantai 2 menghadap ke daerah perbukitan. Sering kali aku menghentikan pekerjaanku untuk memandang ke luar jendela, dan kulihat Turtle memandangiku, sepasang matanya lebar keemasan dan wajah mungilnya yang cantik berada tidak sampai 20 inch dari wajahku. Sering kali kudengar dia berbicara padaku sebelum aku bisa melihatnya.
Kami sedang membangun sayap baru di rumah, dan suatu hari Turtle menemukan rute baru menuju kantorku. Ia memandangiku melalui jendela samping. Jejak - jejak kakinya yang berlumpur di kertas pelapis atap mengarah dari jendelaku ke tanga tukang di teip atap. Aku terkesan.
Turtle membuat sarang untuk dirinya sediri di sayap baru yang sedang dibangun itu. Ia mendekam di dalam sebuah kardus terbuka, tempat si tukang kayu melemparkan kausnya yang penuh keringat. Ia merasa begitu nyaman di situ dan hampir - hampir tidak mengangkat kepala sedikit pun untuk menyapa kami ketika kami datang mencarinya. Roy mulai menjalani suntikan untuk alerginya.
Setelah sayap baru itu selesai dibangun, Turtle kembali berkeliaran di luar. Tapi ketika ia melongok ke mejaku pada kesempatan berikutnya, Roy membuka kerai jendela, menunggu ia memanjat masuk. Ia berjalan melintasi ruang duduk, melongok ke semua tempat kecil, ke rak, ke bagian bawah sebuah rak buku kecil. Ia tampak tidak memedulikan kami, dan kami memang sangat bingung melihat ulahnya. Setelah beberapa saat, Roy membawanya keluar.
Agak siang pada hari itu, ia sedang duduk di dekat Roy di beranda, ketika Roy bangkit dan beranjak ke arah dapur. Turtle tiba di pintu lebih dulu daripada Roy dan ia masuk ke dalam. Ia tidak keberatan dibawa keluar lagi. Aku juga tidak. Mungkin kucing ini ingin berada di dalam, tetapi apakah aku akan mengizinkannya?
Tidakkah seekor kucing liar, walau yang ramah sekalipun, akan membuat segala benda di dalam rumah ini tercabik-cabik? Tidakkah ia akan mencakar kami kalau merasa terganggu sedikit saja? Tidakkah ia akan melolong-lolong sepanjang malam?
Saat yang menentukan tiba setelah aku pergi selama beberapa hari. Selama sebagian besar waktu kepergianku, Turtle tinggal di belokan jalan mobil. Tapi belum 15 menit aku pulang ke rumah, ia sudah berada di pintu dapur. Ketika Roy membuka pintu untuk membawakannya sedikit makanan, ia menerobos melewati Roy ke dalam dapur dan langsung menghampiriku. Kali ini ia sama sekali tidak menunjukkan rasa ingin tahu tentang seisi rumah. Juga tidak tertarik pada makanan. Ia melompat ke pangkuanku, menyesuaikan posisinya dan mengeong. Dia merindukan aku! Itu dia. Aku langsung siap membagi rumahku dengannya.
Tak lama kemudian, rumahku sudah menjadi rumah Turtle, dan dia sudah menemukan tempat yang paling nyaman di tempat tidur kami (diantara kami, memanjang), dan sudut yang paling banyak disinari matahari di ruang tamu kami. Banyak yang dipelajarinya. Bagaimana merti berbaring santai di keranjangku, bagaimana mesti membangunkan kami untuk minta diberi makan kalau kami kalau pagi. Bagaimana menjaga supaya rumah bebas dari tikus - tikus kecil yang suka menyelinap masuk ke dalam ketika musim gugur, saat udara dingin mengusik pembawaan mereka sebagai hewan pengerat, bagaimana mesti menyuarakan serangkaian keluhan pada salju yang turun, bagaimana berjaga-jaga disamping bak mandi sampai aku mau dibujuk untuk keluar dengan aman dari dalam air, bagaimana mesti menaruh berat badannya persis di atas dokumen yangs edang kubaca, kuketik, atau kutulis. Kotak untuk buang air? Ah, dalam setengah hari dia sudah tahu kegunaannya.
Aku juga mesti belajar banyak. Dan mesti membuang sekian banyak prasangkaku yang diwariskan oleh ibuku. Dengan bantuan Turtle tentunya. Kucing ini dengan segera menjadi temanku yang tersayang, lembut dan bijaksana, penuh perhatian dan kasih sayang. Roy sangat senang melihat aku begitu menyayangi kucing ini, dan bahwa kucing ini juga membalas kasih sayang kami. Ia menjadi tokoh dalam beberapa bab buku yang kutulis mengenai kucing-kucing liar. Kalau saja ia memahami hadiah - hadiah serta surat - surat yang diperolehnya dari para pembaca yang menyayanginya. Tapi Roy yakin bahwa Turtle memahami segala sesuatu yang kami ucapkan, atau bahkan yang kami pikirkan. Roy juga yakin Turtle bisa membaca pikiran kami. Pernah suatu kali Roy sedang memikirkannya, dan ia terkejut melihat Turtle sekonyony-konyong mengeong dari kursi yang tidak jauh darinya.
Turtle kami itu tahu banyak hal. Di beberapa bagian British Isles, merupakan pertanda baik jika seekor kucing dengan bulu seperti Turtle masuk ke dalam rumah. Kucing seperti itu dianggap istimewa. Tapi keistimewaan Turtle melebihi segala keistimewaan lainnya. Ia kucing paling manis yang pernah kami kenal. Dan juga yang paling cerdas. Tidak pernah mengganggu. Tidak mencari perhatian kalau kami sedang sangat sibuk dengan pekerjaan atau tugas-tugas rumah. Tapi ia selalu ada kalau kami sedang punya waktu senggang untuk memangkunya, atau saat kami bersiap-siap tidur. Ia sangat istimewa. Aku tahu itu, Roy tahu itu, dan Turtle tahu bahwa kami tahu.
Turtle tinggal bersama kami selama 10 tahun yang manis, sampai penyakit ginjal yang diidapnya mengalahkannya. Ia dikubur di dekat belokan jalan mobil, di bawah sebongkah batu yang warnanya mirip dengan warna bulunya. Kami bisa melihat batu itu dari dapur kami.
Aku mensyukuri hari ketika ia memutuskan untuk mengambil kesempatan tinggal bersama kami. Ia tahu jauh lebih banyak daripada diriku, tentang hal - hal yang penting. Ia cukup tahu untuk berani membuat lompatan ke dalam rumahku, pangkuanku, dan hatiku pada hari itu.
oleh : Ellen Perry Berkeley
dari buku : Chicken Soup for the Cat & Dog lover's soul
No comments: Seekor kucing bernama Turtle
Post a Comment